-->

Teknik Asertif Training Dalam Konseling

Teknik Asertif Training Dalam Konseling

Asertif training

Teknik asertif training dalam konseling atau dikenal juga dengan teknik pelatihan asertif merupakan suatu strategi konseling dalam pendekatan perilaku (behavioral) yang digunakan untuk mengembangan perilaku asertif pada klien atau konseli. Menurut Corey (2007) perilaku asertif adalah ekspresi langsung, jujur, pada tempatnya dari pikiran, perasaan, kebutuhan atau hak-hak seseorang tanpa kecemasan yang beralasan.

Wolpe (dalam Jones, 2011: 467) perilaku asertif adalah ekspresi verbal dan motorik yang sesuai dari emosi apapun selainkecemasan. Latihan asertif mengkondisikan ulang kebiasaan-kebiasaan yang mal-adaptif, yaitu merespon perilaku orang lain dengan kecemasan. Dekondisi tersebut dilakukan dengan dua cara yaitu: melemahkan ketakutan klien atau konseli dan mengubah cara bicara dan bertindaknya.

Rathus dan Necid (1983) asertif adalah tingkah laku yang menampilkan keberanian untuk secara jujur dan terbuka menyatakan kebutuhan, perasaan, dan pikiran-pikiran apa adanya, mempertahankan hak-hak pribadi, serta menolak permintaan-permintaan yang tidak masuk akal dari figur otoritas dan standar-standar yang berlaku pada suatu kelompok.

Sedangkan menurut Alberti dan Emmons (2002) perilaku asertif adalah perilaku yang membuat seseorang dapat bertindak demi kebaikan dirinya, mempertahankan haknya tanpa cemas, mengekspresikan perasaan secara nyaman, dan menjalankan haknya tanpa melanggar orang lain.

Berdasarkan dari beberapa definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa asertif adalah keterampilan menegakkan hak individu yang rasional dalam cara-cara yang membantu memastikan bahwa orang lain tidak dapat mengabaikan hak individu tersebut.

Tujuan Teknik Asertif Training Dalam Konseling

Tujuan teknik asertif training dalam konseling adalah untuk melatih klien atau konseli memiliki sifat asertif dengan mengajari keberanian klien atau konseli dalam mengekspresikan tingkah laku tertentu yang diharapkan melalui bermain peran, latihan, atau meniru model-model sosial. Cara yang sering digunakan adalah dengan permainan peran dalam kegiatan konseling.

Maksud utama dari pelatihan asertif (asertive training) adalah:

  • Mendorong kemampuan klien atau konseli dalam mengekspresikan berbagai hal yang berhubungan dengan emosinya
  • Membangkitkan kemampuan klien atau konseli dalam mengungkapkan hak asasinya sendiri tanpa menolak atau memusuhi hal asasi orang lain
  • Mendorong klien atau konseli untuk meningkatkan kepercayaan dan kemampuan diri
  • Meningkatkan kemampuan untuk memilih tingkah laku asertif yang cocok untuk diri sendiri

Menurut Willis (2004: 72), assertive training (pelatihan asertif) bertujuan untuk membantu klien atau konseli dalam hal-hal berikut ini:

  • Tidak dapat menyatakan kemarahannya
  • Mereka yang sopan berlebihan dan memberikan orang lain mengambil keuntungan dari dirinya
  • Mereka yang mengalami kesulitan dalam berkata "tidak" 
  • Mereka yang sulit menyatakan cinta dan respon positif lainnya
  • Mereka yang merasa tidak punya hak untuk menyatakan pendapat dan pikirannya

Dengan demikian tujuan dari teknik asertif training dalam konseling adalah agar individu belajar bagaimana mengganti suatu respon yang tidak sesuai dengan respon baru yang sesuai. Selain itu teknik asertif training dalam konseling juga bertujuan untuk mengkomunikasikan apa yang diinginkan, dirasakan, dan dipikirkan kepada orang lain secara jujur dan terbuka dengan menghormati hak pribadi dan orang lain.

Artikel serupa: teknik modeling dalam konseling

Teknik kursi kosong

Bentuk Komunikasi Hal-hak Rasional Teknik Asertif Training Dalam Konseling

Yang dimaksud hak-hak rasional adalah:

  • Setiap orang berhak menyatakan apa yang dia inginkan
  • Setiap orang berhak menolak sesuatu yang tidak diinginkannya
  • Setiap orang berhak mengembangkan hubungan saling menguntungkan dengan orang lain
  • Setiap orang berhak memperoleh penghargaan sesuai dengan hasil karyanya

Dalam mengemukakan hak rasional kepada orang lain, individu memiliki 3 cara sebagai berikut ini:

  1. Mengkomunikasikan dengan pasif. Pasif dengan tidak berbuat apapun, "penurut" meskipun marah. Respon pasif bertujuan untuk menghindari konflik dengan cara apapun. Orang yang pasif atau tidak asertif akan mengatakan hal-hal yang tidak sesuai dengan apa yang mereka pikirkan karena takut orang lain tidak setuju. Individu yang pasif "bersembunyi" dari orang lain dan menunggu orang lain untuk memulai percakapan. Mereka yang meletakkan kepentingan atau keinginan orang lain diatas dirinya. Dalam suatu hubungan dengan orang lain, mereka cenderung gelisah, khawatir bagaimana orang lain akan bereaksi kepada mereka dan memiliki kebutuhan yang tinggi untuk disetujui.
  2. Mengkomunikasikan dengan asertif. Asertif berupa sikap yang lugas, tegas, santun tanpa menyerang pribadi orang lain, tenang. Penggunaan I massage: Ketika mengkomunikasikan hak rasional maka gunakan "pesan saya" agar tujuan kita tersampaikan tanpa menyakiti orang lain.
  3. Mengkomunikasikan dengan agresif. Agresif berupa sikap menantang, kasar, menyerang pribadi orang lain, mengarah pada permusuhan. Pada suatu situasi konflik orang yang agresif ingin selalu "menang" dengan cara mendominasi atau mengintimidasi orang lain. Orang agresif memajukan kepentingannya sendiri atau sudut pandangnya sendiri tetapi tidak peduli atau "kejam" terhadap perasaan, pemikiran, dan kebutuhan orang lain.

Ciri Perilaku Asertif

Beberapa ciri yang bisa dilihat dari seorang individu yang asertif antara lain adalah sebagai berikut ini:

  1. Dapat mengemukakan pikiran dan pendapat
  2. Dapat berkomunikasi secara langsung dan terbuka
  3. Mampu memulai, melanjutkan dan mengakhiri suatu pembicaraan dengan baik
  4. Mampu menolak dan menyatakan ketidaksetujuannya terhadap pendapat orang lain, atau segala sesuatu yang tidak beralasan dan cenderung bersifat negatif
  5. Mampu mengajukan permintaan dan bantuan kepada orang lain ketika membutuhkan
  6. Mampu menyatakan perasaan, baik yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan dengan cara yang tepat
  7. Memiliki sikap dan pandangan yang aktif terhadap kehidupan
  8. Menerima keterbatasan yang ada di dalam dirinya dengan tetap berusaha untuk mencapai apa yang diinginkan sebaik mungkin, sehingga berhasil atau gagal dirinya akan tetap memiliki harga diri (self esteem) dan kepercayaan diri (self confidence).

Perilaku asertif juga merupakan ketegasan dan keberanian menyampaikan pendapat yang meliputi tiga komponen dasar, yaitu sebagai berikut ini:

  1. Kemampuan mengungkapkan perasaan, misalnya: untuk menerima dan mengungkapkan perasaan marah dan sikap hangat atau suka
  2. Kemampuan mengungkapkan keyakinan dan pemikiran secara terbuka, misalnya: mampu menyuarakan pendapat, menyatakan ketidaksetujuan dan bersikap tegas, meskipun secara emosional sulit melakukan ini bahkan sekalipun kita harus mengorbankan sesuatu
  3. Kemampuan untuk mempertahankan hak-hak pribadi, tidak membiarkan orang lain mengganggu dan memanfaatkan kita.

Orang yang asertif bukan orang yang suka terlalu menahan diri dan juga bukan pemalu, mereka bisa mengungkapkan perasaannya secara langsung tanpa bertindak agresif atau melecehkan.

Aspek Perilaku Asertif

Rathus dan Nevid (1983) mengemukakan 10 aspek dari perilaku asertif sebagai berikut:

  1. Bicara asertif
  2. Kemampuan mengungkapkan perasaan
  3. Menyapa/memberi salam kepada orang lain
  4. Ketidaksepakatan
  5. Menanyakan alasan
  6. Berbicara mengenai diri sendiri
  7. Menghargai pujian dari orang lain
  8. Menolak untuk menerima begitu saja pendapat orang yang suka berdebat
  9. Menatap lawan bicara
  10. Respon melawan rasa takut

L'abate dan Milan menjelaskan terdapat 3 tipe perilaku asertif yaitu sebagai berikut ini:

  1. Asertif untuk menolak (refusal assertiveness). Perilaku asertif dalam konteks ketidaksetujuan atau ketika seseorang berusaha untuk menghalangi atau mencampuri pencapaian tujuan orang lain. Hal ini membutuhkan keterampilan sosial untuk menolak atau menghindari campur tangan orang lain.
  2. Asertif untuk memuji (commendatory assertivenes). Mengekspresikan perasaan-perasaan positif terhadap orang lain sangat penting untuk dilakukan. Hal tersebut akan sangat menunjang pencapaian hubungan interpersonal yang menyenangkan.
  3. Aserti untuk meminta (request assertiveness). Asertif untuk meminta akan terjadi jika seseorang meminta orang lain melakukan sesuatu yang memungkinkan kebutuhan atau tujuan seseorang tercapai tanpa melakukan pemaksaan.

Komponen dari asertif tidak hanya meliputi aspek verbal saja, tetapi juga melibatkan aspek non-verbal yang meliputi hal-hal sebagai berikut:

  1. Kontak mata, melakukan kontak mata saat menyatakan diri
  2. Gestur tubuh yang tepat
  3. Ekspresi wajah, menyatakan emosi positif dan negatif dengan tepat
  4. Volume, nada, intonasi suara yang tepat
  5. Konten/isi pernyataan yang baik

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Asertif

Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan perilaku asertif adalah sebagai berikut ini:

  • Jenis kelamin
  • Harga diri
  • Kebudayaan
  • Tingkat kebudayaan
  • Situasi-situasi tertentu di lingkungan

Menurut Rathus dan Nevid (1983), terdapat 6 faktor yang mempengaruhi perkembangan perilaku asertif yaitu:

  1. Jenis kelamin. Wanita pada umumnya lebih sulit bersikap asertif seperti mengungkapkan pikiran dan perasaan jika dibandingkan dengan laki-laki
  2. Self esteem. Keyakinan pada seseorang turut mempengaruhi kemampuan seseorang untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan. Orang yang memiliki keyakinan diri yang tinggi memiliki kekhawatiran sosial yang rendah sehingga mampu mengungkapkan pendapat dan perasaan tanpa merugikan orang lain dan diri sendiri.
  3. Kebudayaan. Tuntutan dari lingkungan menentukan batas-batas perilaku, dimana batas-batas perilaku itu sesuai dengan usia, jenis kelamin, dan status sosial seseorang
  4. Tingkat pendidikan. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka semakin luas wawasan dalam berfikir sehingga memiliki kemampuan untuk mengembangkan diri dengan lebih terbuka 
  5. Tipe kepribadian. Dalam situasi yang sama tidak semua orang akan memberikan respon yang sama. Hal ini dipengaruhi oleh tipe kepribadian seseorang. Dengan tipe kepribadian tertentu seseorang akan bertingkah laku berbeda dengan individu dengan tipe kepribadian yang lain.
  6. Situasi tertentu lingkungan sekitar. Dalam berperilaku seseorang akan melihat kondisi dan situasi dalam arti luas, misalnya posisi kerja antara atasan dan bawahan. Situasi dalam kehidupan tertentu akan dikhawatirkan mengganggu.

Teknik asertif training dalam konseling dapat dikatakan berhasil jika klien atau konseli dapat:

  • Menurunkan kecemasan
  • Meningkatkan kemungkinan klien atau konseli mengembangkan perilaku asertif dalam situasi yang lain
  • Mendorong perilaku asertif dalam situasi yang lebih menantang

Tahap-tahap Teknik Asertif Training Dalam Konseling

Tahap-tahap teknik asertif training dalam konseling menurut Jones (2011: 468-469) adalah:

  1. Konselor dan klien atau konseli bekerja bersama-sama untuk mendefinisikan perilaku apa yang mungkin tepat untuk situasi-situasi tertentu. Tahap ini melibatkan pemunculan dan pertimbangan respon-respon alternatif. Klien atau konseli dapat didorong untuk mengamati model-model yang efektif. Asertif harus mempertimbangkan gaya masing-masing klien atau konseli dan perilaku asertif yang tepat baginya.
  2. Pemilihan waktu juga penting, dalam arti bahwa klien atau konseli seharusnya tidak didorong untuk terlibat dalam tugas-tugas asertifitas yang tidak siap dihadapinya.
  3. Setelah respon-respon yang tepat diformulasikan, konselor melatih asertifitas dengan sarana latihan perilaku. Latihan asertif atau asertif training tidak hanya fokus pada perilaku verbal tetapi juga komponen lain seperti kontak mata, postur tubuh, gestur, ekspresi wajah, dll
  4. Tindakan di kehidupan nyata menyusul latihan perilaku adalah dengan cara konselor memberikan tugas asertifitas kepada klien atau konseli
  5. Evaluasi dan tindak lanjut

Menurut Alberti (dalam Gunarsa, 2007: 216-217) prosedur pelaksanaan asertif training adalah:

  1. Latihan ketrampilan, dimana perilaku verbal dan non verbal diajarkan, dilatih dan diintegrasikan ke dalam rangkaian perilakunya
  2. Mengurangi kecemasan
  3. Menstruktur kembali aspek kognitif dimana nilai-nilai, kepercayaan, sikap yang membatasi ekspresi diri klien atau konseli diubah oleh pemahaman dan hal-hal yang dicapai dari perilakunya

Berdasarkan dari penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa tahap-tahap dalam pelaksanaan tenik asertif training dalam konseling adalah sebagai berikut ini:

  1. Rasional (arti, tujuan & manfaat)
  2. Mendiskusikan perilaku agresif, pasif, dan asertif
  3. Berlatih untuk membedakan pernyataan dan perilaku agresif, pasif dan asertif dalam relasi
  4. Memfasilitasi konseli untuk belajar perilaku non verbal dalam latihan asertif (asertif training)
  5. Bermain peran atau modeling
  6. Memberikan umpan balik dan penguatan
  7. Memberikan tugas rumah

Teknik-teknik Bertindak Asertif

1. Memberikan umpan balik, kriteria umpan balik yang bermanfaat antara lain:

  • Umpan balik difokuskan pada perilaku seseorang bukan kepribadiannya
  • Umpan balik bersifat deskriptif bukan evaluatif
  • Umpan balik berfokus pada reaksi individu sendiri bukan atas maksud orang lain
  • Umpan balik menggunakan kata "saya"/ I massage"
  • Umpan balik bersifat spesifik bukan umum
  • Umpan balik difokuskan pada penyelesaian masalah
  • Umpan balik disampaikan secara pribadi 

2. Meminta umpan balik dari orang lain 

3. Menentukan batasan 

4. Membuat permintaan 

5. Berlaku persisten  

6. Mengabaikan profokasi 

7. Merespon kritik

Hambatan dan Kelebihan Teknik Asertif Training Dalam Konseling

1. Hambatan Dalam Aplikasi Tindaka Asertif

Hambatan mental mempengaruhi bagaimana seseorang melakukan tindakan asertif. hambatan mental tersebut antara lain:

  • Tuntutan terhadap diri klien atau konseli untuk segera berhasil menjadi asertif sehingga terburu-buru dalam melakukan berbagai latihan
  • Kecemasan diri atas reaksi orang lain ketika kita mengambil sikap tertentu
  • Kecemasan diri atas kemungkinan sikap orang lain
  • Asertif terkait erat dengan budaya yang kadang kala menyebabkan adanya kesalahpahaman dalam pengaplikasian tindakan aserif

2. Kelebihan Teknik Asertif Training

  • Adapun kelebihan yang ada dalam teknik asertif antara lain adalah:
  • Teknik ini tidak membutuhkan peralatan yang mahal
  • Konseli berfikir untuk dapat mengatur perilaku mereka sendiri
  • Tidak sulit untuk dipelajari dan dipraktikkan
  • Dengan berlatih ketrampilan sosial dan perbaikan gaya komunikasi akan meningkatkan ketrampilan asertif individu meskipun dari segi budaya tidak mendukung

Kesimpulan

Teknik asertif training merupakan salah satu strategi konseling dalam perilaku asertif pada klien atau konseli. Ketrampilan asertif merupakan ketrampilan dalam menegakkan hak individu yang rasional dalam cara-cara yang membantu memastikan bahwa orang lain tidak dapat mengabaikan hak individu tersebut.

Artikel serup: teknik desensitisasi sistematis dalam konseling

Referensi

  1. Alberti, R dan Emmons, R. 2002. Your Perfect Right: Panduan Praktis Hidup Lebih Ekspresif dan Jujur pada Diri Sendiri. Jakarta: Elex Media Komputindo
  2. Corey, Gerald. 2005. Theory And Practice Of Counseling And Psychotherapy. Belmont: Thompson Brooks-Cole
  3. Gunarsa, Singgih D. 2007. Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: Gunung Mulia
  4. Jones, Nelson. 2011. Teori dan Praktik Konseling dan Terapi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
  5. L'abate, Luciano, & Milan, Michael A. (1985). Handbook of Social Skill Training and Research. New York: John wiley and  sons, inc.
  6. Rathus, S.A. and Nevid, J.S. (1983). Adjustment and Growth: The Chalenges Of Life: 2 Edition. New York: CBC college publishing.

LihatTutupKomentar

Followers