4 Tahap Perkembangan Kognitif Piaget Dalam Bimbingan dan Konseling
Latar Belakang dan Konsep Utama Teori Perkembangan Kognitif Piaget
Dalam Bimbingan dan Konseling teori perkembangan kognitif Jean Piaget menunjukkan bahwa kecerdasan berubah seiring dengan pertumbuhan anak. Perkembangan kognitif seorang anak bukan hanya tentang memperoleh pengetahuan, anak harus mengembangkan atau membangun model mental dunia.
Perkembangan kognitif terjadi melalui interaksi antara kapasitas bawaan dan peristiwa lingkungan, dan anak-anak melalui serangkaian tahapan. Tahapan Piaget adalah:
- Tahap sensorimotor: lahir sampai 18-24 bulan
- Tahap praoperasional: 2 hingga 7 tahun
- Tahap operasional beton/konkret: 7 sampai 11 tahun
- Tahap operasional formal: usia 12 tahun ke atas
Perjalanan Piaget Mengembangkan Teori
Piaget bekerja di Binet Institute pada tahun 1920-an, di mana tugasnya adalah mengembangkan pertanyaan versi Prancis tentang tes kecerdasan Inggris. Dia menjadi penasaran dengan alasan anak-anak memberikan jawaban yang salah atas pertanyaan yang membutuhkan pemikiran logis. Dia percaya bahwa jawaban yang salah ini mengungkapkan perbedaan penting antara pemikiran orang dewasa dan anak-anak.
Piaget mengembangkannya sendiri dengan serangkaian asumsi baru tentang kecerdasan anak:
- Kecerdasan anak berbeda dengan kecerdasan orang dewasa dalam kualitas dan bukan kuantitas. Ini berarti bahwa anak-anak bernalar (berpikir) secara berbeda dari orang dewasa dan melihat dunia dengan cara yang berbeda.
- Anak-anak secara aktif membangun pengetahuan mereka tentang dunia . Mereka bukanlah makhluk pasif yang menunggu seseorang mengisi kepalanya dengan pengetahuan.
- Cara terbaik untuk memahami penalaran anak-anak adalah dengan melihat sesuatu dari sudut pandang mereka.
Piaget mempelajari anak-anak dari masa bayi hingga remaja menggunakan observasi naturalistik terhadap ketiga bayinya sendiri dan terkadang juga observasi terkontrol. Dari sini dia menulis deskripsi buku harian yang memetakan perkembangan mereka. Dia juga menggunakan wawancara klinis dan observasi terhadap anak-anak yang lebih tua yang mampu memahami pertanyaan dan melakukan percakapan.
Tahap Perkembangan Kognitif
![]() |
Tahap Perkembangan Kognitif Piaget |
Teori perkembangan kognitif Jean Piaget mengemukakan bahwa anak-anak bergerak melalui empat tahap perkembangan intelektual yang berbeda yang mencerminkan meningkatnya kecanggihan pemikiran anak.
Setiap anak melewati tahapan dalam urutan yang sama, dan perkembangan anak ditentukan oleh pendewasaan biologis dan interaksi dengan lingkungan. Pada setiap tahap perkembangan, pemikiran anak secara kualitatif berbeda dari tahap lainnya, yaitu setiap tahap melibatkan jenis kecerdasan yang berbeda.
Meskipun tidak ada tahapan yang dapat dilewatkan, ada perbedaan individu dalam kecepatan kemajuan anak melalui tahapan, dan beberapa individu mungkin tidak pernah mencapai tahapan selanjutnya. Piaget tidak mengklaim bahwa suatu tahap tertentu dicapai pada usia tertentu - meskipun deskripsi tahapan tersebut sering kali menyertakan indikasi usia rata-rata anak akan mencapai setiap tahap.
1. Tahap Sensorimotor (Usia: Lahir sampai 2 Tahun)
Karakteristik Utama dan Perubahan Perkembangan:
- Bayi belajar tentang dunia melalui indera mereka dan melalui tindakan mereka (bergerak dan menjelajahi lingkungannya).
- Selama tahap sensorimotor berbagai kemampuan kognitif berkembang. Ini termasuk: ketetapan objek; pengenalan diri; imitasi yang ditangguhkan; dan permainan representasional.
- Mereka terkait dengan munculnya fungsi simbolik umum, yaitu kapasitas untuk merepresentasikan dunia secara mental
- Pada usia sekitar 8 bulan, bayi akan memahami keabadian benda dan bahwa benda tersebut akan tetap ada meskipun mereka tidak dapat melihatnya dan bayi akan mencarinya saat benda tersebut menghilang.
Selama tahap ini bayi hidup di masa sekarang. Ia belum memiliki gambaran mental tentang dunia yang disimpan dalam ingatannya oleh karena itu ia tidak memiliki rasa ketetapan objek. Jika tidak dapat melihat sesuatu maka itu tidak ada. Inilah sebabnya mengapa Anda dapat menyembunyikan mainan dari bayi, saat ia melihat, tetapi ia tidak akan mencari benda itu setelah tidak terlihat.
Pencapaian utama selama tahap ini adalah keabadian objek - mengetahui bahwa sebuah objek masih ada, meskipun tersembunyi. Ini membutuhkan kemampuan untuk membentuk representasi mental (yaitu, skema) dari objek.
Menjelang akhir tahap ini fungsi simbolik umum mulai muncul di mana anak-anak menunjukkan dalam permainan mereka bahwa mereka dapat menggunakan satu objek untuk berdiri untuk yang lain. Bahasa mulai muncul karena mereka menyadari bahwa kata-kata dapat digunakan untuk mewakili objek dan perasaan. Anak mulai dapat menyimpan informasi yang diketahuinya tentang dunia, mengingatnya, dan memberinya label.
2. Tahap Pra operasional (Usia: 2 - 7 Tahun)
Karakteristik Utama dan Perubahan Perkembangan:
- Balita dan anak-anak memperoleh kemampuan untuk mewakili dunia secara internal melalui bahasa dan citra mental.
- Selama tahap ini, anak kecil dapat berpikir tentang berbagai hal secara simbolis. Ini adalah kemampuan untuk membuat satu hal, seperti kata atau objek, mewakili sesuatu selain dirinya sendiri.
- Pemikiran seorang anak didominasi oleh penampilan dunia, bukan dunia. Ia belum mampu melakukan jenis pemikiran logis (pemecahan masalah).
- Bayi pada tahap ini juga memperagakan animisme. Inilah kecenderungan anak untuk berpikir bahwa benda mati (seperti mainan) memiliki kehidupan dan perasaan seperti seseorang.
Pada usia 2 tahun, anak-anak telah membuat beberapa kemajuan dalam melepaskan pikiran mereka dari dunia fisik. Namun belum mengembangkan karakteristik pemikiran logis (atau 'operasional') dari tahap-tahap selanjutnya. Berpikir masih intuitif (berdasarkan penilaian subjektif tentang situasi) dan egosentris (berpusat pada pandangan dunia anak itu sendiri).
3. Tahap Operasional Beton/ Konkret (Usia: 7 - 11 Tahun)
Karakteristik Utama dan Perubahan Perkembangan:
- Pada tahap ini, anak mulai berpikir logis tentang peristiwa nyata.
- Anak-anak mulai memahami konsep konservasi; memahami bahwa, meskipun sesuatu dapat berubah dalam penampilan, sifat tertentu tetap sama.
- Selama tahap ini, anak-anak dapat secara mental membalikkan sesuatu (misalnya membayangkan bola plastisin kembali ke bentuk aslinya).
- Selama tahap ini, anak-anak juga menjadi kurang egosentris dan mulai memikirkan bagaimana orang lain mungkin berpikir dan merasakan.
Dalam hal ini disebut konkret karena anak-anak dapat berpikir logis dengan lebih berhasil jika mereka dapat memanipulasi materi atau gambar nyata (konkret). Piaget menganggap tahap konkret sebagai titik balik utama dalam perkembangan kognitif anak karena menandai awal pemikiran logis atau operasional. Ini berarti anak dapat mengerjakan sesuatu secara internal di kepalanya (daripada secara fisik mencoba sesuatu di dunia nyata).
Anak-anak dapat menghemat jumlah (usia 6), massa (usia 7), dan berat (usia 9). Konservasi adalah pemahaman bahwa sesuatu tetap sama jumlahnya meskipun penampilannya berubah. Tetapi pemikiran operasional hanya efektif di sini jika anak ditanya tentang materi yang ada secara fisik. Anak-anak pada tahap ini akan cenderung membuat kesalahan atau kewalahan ketika diminta untuk bernalar tentang masalah abstrak atau hipotetis.
4. Tahap Operasional Formal (Usia: 12 tahun ke atas)
Karakteristik Utama dan Perubahan Perkembangan:
- Operasi konkret dilakukan pada hal-hal sedangkan operasi formal dilakukan pada ide. Pemikiran operasional formal sepenuhnya dibebaskan dari kendala fisik dan persepsi.
- Pada tahap ini, remaja dapat menghadapi ide-ide abstrak (misalnya tidak perlu lagi memikirkan tentang mengiris kue atau berbagi permen untuk memahami pembagian dan pecahan).
- Mereka dapat mengikuti bentuk argumen tanpa harus memikirkan contoh-contoh spesifik.
- Remaja dapat menghadapi masalah hipotetis dengan banyak kemungkinan solusi. Misalnya jika ditanya 'Apa yang akan terjadi jika uang dihapuskan dalam waktu satu jam? mereka dapat berspekulasi tentang banyak kemungkinan konsekuensi.
Dari sekitar 12 tahun anak bisa mengikuti bentuk argumen logis tanpa mengacu pada isinya. Selama waktu ini, orang mengembangkan kemampuan untuk berpikir tentang konsep abstrak, dan menguji hipotesis secara logis. Tahap ini melihat munculnya pemikiran ilmiah, merumuskan teori dan hipotesis abstrak ketika menghadapi suatu masalah.
Teori Piaget Berbeda dari Yang Lain Dalam Beberapa Cara:
Teori perkembangan kognitif Piaget (1936, 1950) menjelaskan bagaimana seorang anak membangun model mental dunia. Dia tidak setuju dengan gagasan bahwa kecerdasan adalah sifat tetap, dan menganggap perkembangan kognitif sebagai proses yang terjadi karena pematangan biologis dan interaksi dengan lingkungan.
Kemampuan anak-anak untuk memahami, memikirkan, dan memecahkan masalah di dunia berkembang dengan cara yang berhenti-berhenti dan tidak berkesinambungan (bukan perubahan bertahap dari waktu ke waktu).
- Hal ini berkaitan dengan anak-anak, bukan semua pelajar.
- Hal ini berfokus pada pengembangan, daripada pembelajaran itu sendiri, jadi tidak membahas pembelajaran informasi atau perilaku tertentu.
- Hal ini mengusulkan tahapan perkembangan yang berbeda, ditandai dengan perbedaan kualitatif, daripada peningkatan bertahap dalam jumlah dan kompleksitas perilaku, konsep, ide, dll.
Tujuan dari teori ini adalah untuk menjelaskan mekanisme dan proses yang dengannya bayi, dan kemudian anak, berkembang menjadi individu yang dapat bernalar dan berpikir menggunakan hipotesis. Bagi Piaget, perkembangan kognitif adalah reorganisasi progresif dari proses mental sebagai hasil dari pematangan biologis dan pengalaman lingkungan. Anak-anak membangun pemahaman tentang dunia di sekitar mereka, kemudian mengalami perbedaan antara apa yang sudah mereka ketahui dan apa yang mereka temukan di lingkungan mereka.
Skema Perkembangan Kognitif Piaget Dalam Bimbingan dan Konseling
Piaget mengklaim bahwa pengetahuan tidak bisa begitu saja muncul dari pengalaman indrawi; beberapa struktur awal diperlukan untuk memahami dunia. Menurut Piaget, anak-anak dilahirkan dengan struktur mental yang sangat dasar (diwariskan dan dikembangkan secara genetik) yang menjadi dasar semua pembelajaran dan pengetahuan selanjutnya.
Skema adalah blok bangunan dasar dari model kognitif semacam itu, dan memungkinkan kita untuk membentuk representasi mental dari dunia. Piaget (1952, p. 7) mendefinisikan skema sebagai: "suatu urutan tindakan yang kohesif dan berulang yang memiliki tindakan komponen yang saling berhubungan erat dan diatur oleh makna inti."
Dalam istilah yang lebih sederhana Piaget menyebut skema sebagai blok bangunan dasar dari perilaku cerdas - cara mengatur pengetahuan. Memang, berguna untuk memikirkan skema sebagai "unit" pengetahuan, masing-masing terkait dengan satu aspek dunia, termasuk objek, tindakan, dan konsep abstrak (yaitu, teoretis).
Wadsworth (2004) mengemukakan bahwa schemata (bentuk jamak dari skema) dianggap sebagai 'kartu indeks' yang disimpan di otak, masing-masing memberi tahu seseorang bagaimana bereaksi terhadap rangsangan atau informasi yang masuk. Ketika Piaget berbicara tentang perkembangan proses mental seseorang, dia mengacu pada peningkatan jumlah dan kompleksitas skema yang telah dipelajari seseorang.
Ketika skema yang ada pada seorang anak mampu menjelaskan apa yang dapat dilihatnya di sekitarnya, hal itu dikatakan berada dalam keadaan ekuilibrium, yaitu keadaan keseimbangan kognitif (yaitu, mental). Piaget menekankan pentingnya skema dalam perkembangan kognitif dan menjelaskan bagaimana skema itu dikembangkan atau diperoleh. Skema dapat didefinisikan sebagai sekumpulan representasi mental dunia yang terkait, yang kami gunakan untuk memahami dan menanggapi situasi. Asumsinya adalah kita menyimpan representasi mental ini dan menerapkannya saat dibutuhkan.
Contoh Skema
Seseorang mungkin memiliki skema tentang membeli makanan di restoran. Skema adalah bentuk simpanan pola perilaku yang meliputi melihat menu, memesan makanan, memakannya, dan membayar tagihan. Ini adalah contoh jenis skema yang disebut 'skrip'. Setiap kali mereka berada di restoran, mereka mengambil skema ini dari ingatan dan menerapkannya pada situasi tersebut.
Skema yang dijelaskan Piaget cenderung lebih sederhana dari ini - terutama yang digunakan oleh bayi. Dia menggambarkan bagaimana - seiring bertambahnya usia seorang anak - skema mereka menjadi lebih banyak dan rumit.
Piaget percaya bahwa bayi yang baru lahir memiliki sejumlah kecil skema bawaan - bahkan sebelum mereka memiliki banyak kesempatan untuk mengalami dunia. Skema neonatal ini adalah struktur kognitif yang mendasari refleks bawaan. Refleks ini secara genetik diprogram ke dalam diri kita.
Misalnya, bayi memiliki refleks menghisap yang dipicu oleh sesuatu yang menyentuh bibir bayi. Seorang bayi akan menghisap puting, selimut (dummy), atau jari seseorang. Karena itu, Piaget berasumsi bahwa bayi itu memiliki 'skema mengisap'.
Demikian pula, refleks menggenggam yang muncul ketika sesuatu menyentuh telapak tangan bayi, atau refleks rooting, di mana bayi akan menoleh ke arah sesuatu yang menyentuh pipinya, merupakan skema bawaan. Menggoyangkan mainan akan menjadi kombinasi dari dua skema, menggenggam dan mengguncang.
Proses Adaptasi
Jean Piaget (1952; dalam Wadsworth, 2004) memandang pertumbuhan intelektual sebagai proses adaptasi (penyesuaian) terhadap dunia. Ini terjadi melalui asimilasi, akomodasi, dan ekuilibrasi.
Asimilasi
Piaget mendefinisikan asimilasi sebagai proses kognitif untuk menyesuaikan informasi baru ke dalam skema, persepsi, dan pemahaman kognitif yang ada. Keyakinan dan pemahaman keseluruhan tentang dunia tidak berubah sebagai hasil dari informasi baru.
Artinya ketika Anda dihadapkan pada informasi baru, Anda memahami informasi ini dengan mengacu pada informasi yang sudah Anda miliki (informasi yang telah diproses dan dipelajari sebelumnya) dan mencoba menyesuaikan informasi baru tersebut dengan informasi yang telah Anda miliki.
Misalnya, seorang anak berusia 2 tahun melihat seorang pria yang botak di atas kepalanya dan memiliki rambut keriting panjang di bagian samping. Yang membuat ngeri ayahnya, balita itu berteriak "Badut, badut" (Siegler et al., 2003).
Akomodasi
Jean Piaget mendefinisikan akomodasi sebagai proses kognitif untuk merevisi skema, persepsi, dan pemahaman kognitif yang ada sehingga informasi baru dapat dimasukkan. Ini terjadi ketika skema (pengetahuan) yang ada tidak berfungsi, dan perlu diubah untuk menangani objek atau situasi baru.
Untuk memahami beberapa informasi baru, Anda sebenarnya menyesuaikan informasi yang sudah Anda miliki (skema yang sudah Anda miliki, dll.) Untuk memberi ruang bagi informasi baru ini. Misalnya, seorang anak mungkin memiliki skema untuk burung (bulu, terbang, dll.) Dan kemudian mereka melihat pesawat, yang juga terbang, tetapi tidak akan cocok dengan skema burung mereka.
Dalam insiden "badut", ayah dari anak laki-laki tersebut menjelaskan kepada anaknya bahwa pria tersebut bukanlah badut dan meskipun rambutnya seperti badut, dia tidak mengenakan kostum yang lucu dan tidak melakukan hal-hal konyol untuk membuat orang lain. tertawa. Dengan pengetahuan baru ini, anak laki-laki itu dapat mengubah skema "badut" -nya dan membuat ide ini lebih sesuai dengan konsep standar "badut".
Imbang
Piaget percaya bahwa semua pemikiran manusia mencari keteraturan dan tidak nyaman dengan kontradiksi dan inkonsistensi dalam struktur pengetahuan. Dengan kata lain, kita mencari 'ekuilibrium' dalam struktur kognitif kita. Ekuilibrium terjadi ketika skema anak dapat menangani sebagian besar informasi baru melalui asimilasi. Namun, keadaan disekuilibrium yang tidak menyenangkan terjadi ketika informasi baru tidak dapat dimasukkan ke dalam skema yang ada (asimilasi).
Piaget percaya bahwa perkembangan kognitif tidak berkembang dengan kecepatan yang tetap, melainkan dalam lompatan dan batasan. Ekuilibrasi adalah kekuatan yang mendorong proses pembelajaran karena kita tidak suka frustrasi dan akan berusaha memulihkan keseimbangan dengan menguasai tantangan baru (akomodasi). Setelah informasi baru diperoleh, proses asimilasi dengan skema baru akan berlanjut hingga waktu berikutnya kami perlu melakukan penyesuaian.
Implikasi Dalam Pendidikan
Piaget (1952) tidak secara eksplisit mengaitkan teorinya dengan pendidikan, meskipun kemudian para peneliti telah menjelaskan bagaimana fitur teori Piaget dapat diterapkan pada pengajaran dan pembelajaran. Piaget sangat berpengaruh dalam mengembangkan kebijakan pendidikan dan praktik pengajaran. Misalnya, tinjauan pendidikan dasar oleh pemerintah Inggris pada tahun 1966 sangat didasarkan pada teori Piaget. Hasil tinjauan ini mengarah pada publikasi laporan Plowden (1967).
Pembelajaran penemuan - gagasan bahwa anak-anak belajar paling baik melalui melakukan dan secara aktif mengeksplorasi - dipandang sebagai pusat transformasi kurikulum sekolah dasar. Tema berulang laporan ini adalah pembelajaran individu, fleksibilitas dalam kurikulum, sentralitas permainan dalam pembelajaran anak-anak, penggunaan lingkungan, pembelajaran dengan penemuan dan pentingnya evaluasi kemajuan anak-anak - guru seharusnya 'tidak berasumsi bahwa hanya apa yang ada terukur itu berharga.'
Karena teori Piaget didasarkan pada pematangan dan tahapan biologis, pengertian 'kesiapan' menjadi penting. Kesiapan menyangkut kapan informasi atau konsep tertentu harus diajarkan. Menurut teori Piaget, anak-anak tidak boleh diajarkan konsep-konsep tertentu sampai mereka mencapai tahap perkembangan kognitif yang sesuai. Menurut Piaget (1958), asimilasi dan akomodasi membutuhkan pembelajar yang aktif, bukan yang pasif, karena keterampilan pemecahan masalah tidak dapat diajarkan, mereka harus ditemukan.
Di dalam kelas pembelajaran harus berpusat pada siswa dan dicapai melalui pembelajaran penemuan aktif. Peran guru adalah memfasilitasi pembelajaran, bukan bimbingan langsung. Oleh karena itu, guru harus mendorong hal-hal berikut di dalam kelas:
- Fokus pada proses pembelajaran, bukan pada produk akhirnya.
- Menggunakan metode aktif yang membutuhkan penemuan kembali atau rekonstruksi "kebenaran".
- Menggunakan kolaboratif, serta kegiatan individu (sehingga anak-anak dapat saling belajar).
- Merancang situasi yang menghadirkan masalah berguna, dan menciptakan ketidakseimbangan pada anak.
- Mengevaluasi tingkat perkembangan anak sehingga tugas yang sesuai dapat ditetapkan.
Evaluasi Kritis Perkembangan Kognitif Piaget
Kelebihan
- Pengaruh gagasan Piaget dalam psikologi perkembangan sangat besar. Dia mengubah cara orang memandang dunia anak dan metode mereka dalam mempelajari anak.
- Dia adalah inspirasi bagi banyak orang yang datang dan mengambil idenya. Ide Piaget telah menghasilkan sejumlah besar penelitian yang meningkatkan pemahaman kita tentang perkembangan kognitif.
- Piaget (1936) adalah psikolog pertama yang melakukan studi sistematis tentang perkembangan kognitif. Kontribusinya termasuk teori tahap perkembangan kognitif anak, studi observasional rinci tentang kognisi pada anak, dan serangkaian tes sederhana namun cerdik untuk mengungkapkan kemampuan kognitif yang berbeda.
- Ide-idenya telah digunakan secara praktis dalam memahami dan berkomunikasi dengan anak-anak, khususnya di bidang pendidikan (re: Discovery Learning).
Kelemahan
- Apakah tahapannya nyata? Vygotsky dan Bruner lebih suka tidak berbicara tentang tahapan sama sekali, lebih memilih untuk melihat pengembangan sebagai proses yang berkelanjutan. Yang lain mempertanyakan rentang usia dari tahapan tersebut. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kemajuan ke tahap operasional formal tidak dijamin. Misalnya, Keating (1979) melaporkan bahwa 40-60% mahasiswa gagal pada tugas-tugas operasional formal, dan Dasen (1994) menyatakan bahwa hanya sepertiga orang dewasa yang pernah mencapai tahap operasional formal.
- Karena Piaget berkonsentrasi pada tahapan universal dari perkembangan kognitif dan pematangan biologis, ia gagal untuk mempertimbangkan pengaruh lingkungan sosial dan budaya terhadap perkembangan kognitif. Dasen (1994) mengutip penelitian yang dia lakukan di bagian terpencil gurun tengah Australia dengan suku Aborigin berusia 8-14 tahun. Dia memberi mereka konservasi tugas cair dan tugas kesadaran spasial. Dia menemukan bahwa kemampuan untuk melestarikan muncul belakangan pada anak-anak aborigin, antara usia 10 dan 13 tahun (berbeda dengan antara usia 5 dan 7 tahun, dengan sampel Piaget Swiss). Namun, ia menemukan bahwa kemampuan kesadaran spasial berkembang lebih awal di antara anak-anak Aborigin daripada anak-anak Swiss. Studi semacam itu menunjukkan bahwa perkembangan kognitif tidak semata-mata bergantung pada kedewasaan tetapi juga pada faktor budaya - kesadaran spasial sangat penting bagi kelompok orang nomaden. Vygotsky , seorang kontemporer dari Piaget, berpendapat bahwa interaksi sosial sangat penting untuk perkembangan kognitif. Menurut Vygotsky, pembelajaran anak selalu terjadi dalam konteks sosial dalam kerjasama dengan seseorang yang lebih terampil (MKO). Interaksi sosial ini memberikan peluang bahasa dan bahasa Vygotksy conisdered bahasa sebagai fondasi pemikiran.
- Metode Piaget (observasi dan wawancara klinis) lebih terbuka untuk interpretasi bias daripada metode lain. Piaget membuat pengamatan naturalistik yang cermat dan terperinci terhadap anak-anak, dan dari sini ia menulis deskripsi buku harian yang memetakan perkembangan mereka. Dia juga menggunakan wawancara klinis dan observasi terhadap anak-anak yang lebih tua yang mampu memahami pertanyaan dan melakukan percakapan. Karena Piaget melakukan pengamatan sendiri, data yang dikumpulkan didasarkan pada interpretasi subjektifnya sendiri terhadap peristiwa. Akan lebih dapat diandalkan jika Piaget melakukan observasi dengan peneliti lain dan membandingkan hasil setelahnya untuk memeriksa apakah mereka serupa (yaitu, memiliki reliabilitas antar penilai). Meskipun wawancara klinis memungkinkan peneliti untuk menggali data lebih dalam, interpretasi pewawancara mungkin bias. Misalnya, anak-anak mungkin tidak memahami pertanyaan, mereka memiliki rentang perhatian yang pendek, mereka tidak dapat mengekspresikan diri dengan baik dan mungkin mencoba untuk menyenangkan pelaku eksperimen. Metode seperti itu berarti bahwa Piaget mungkin telah membuat kesimpulan yang tidak akurat.
- Seperti beberapa penelitian yang menunjukkan Piaget meremehkan kemampuan anak-anak karena tesnya terkadang membingungkan atau sulit dipahami (misalnya, Hughes , 1975). Piaget gagal membedakan antara kompetensi (apa yang mampu dilakukan seorang anak) dan kinerja (apa yang dapat ditunjukkan seorang anak ketika diberi tugas tertentu). Ketika tugas diubah, kinerja (dan karena itu kompetensi) terpengaruh. Oleh karena itu, Piaget mungkin meremehkan kemampuan kognitif anak-anak. Misalnya, seorang anak mungkin memiliki ketetapan objek (kompetensi) tetapi masih belum dapat mencari objek (kinerja). Ketika Piaget menyembunyikan benda dari bayi, dia menemukan bahwa baru setelah sembilan bulan mereka mencarinya. Namun, Piaget mengandalkan metode pencarian manual - apakah si anak sedang mencari objek tersebut atau tidak. Kemudian, penelitian seperti Baillargeon dan Devos (1991) melaporkan bahwa bayi semuda empat bulan melihat lebih lama pada wortel yang bergerak yang tidak melakukan apa yang diharapkan, menunjukkan bahwa mereka memiliki rasa keabadian, jika tidak mereka tidak akan memilikinya. ekspektasi tentang apa yang harus atau tidak seharusnya dilakukan.
- Konsep skema tidak sesuai dengan teori Bruner (1966) dan Vygotsky (1978). Behaviorisme juga akan membantah teori skema Piaget karena tidak dapat diamati secara langsung karena merupakan proses internal. Oleh karena itu, mereka akan mengklaim bahwa hal itu tidak dapat diukur secara objektif.
- Piaget mempelajari anak-anaknya sendiri dan anak-anak rekannya di Jenewa untuk menyimpulkan prinsip-prinsip umum tentang perkembangan intelektual semua anak. Sampelnya tidak hanya sangat kecil, tetapi hanya terdiri dari anak-anak Eropa dari keluarga dengan status sosial ekonomi tinggi. Oleh karena itu, para peneliti mempertanyakan kemampuan generalisasi datanya.
- Bagi Piaget, bahasa dipandang sebagai tindakan sekunder, yaitu pemikiran mendahului bahasa. Psikolog Rusia Lev Vygotsky (1978) berpendapat bahwa perkembangan bahasa dan pemikiran berjalan seiring dan bahwa asal mula penalaran lebih berkaitan dengan kemampuan kita untuk berkomunikasi dengan orang lain daripada dengan interaksi kita dengan dunia material.
Sumber Referensi:
- Baillargeon, R., & DeVos, J. (1991). Object permanence in young infants: Further evidence. Child development, 1227-1246.
- Bruner, J. S. (1966). Toward a theory of instruction. Cambridge, Mass.: Belkapp Press.
- Dasen, P. (1994). Culture and cognitive development from a Piagetian perspective. In W .J. Lonner & R.S. Malpass (Eds.), Psychology and culture (pp. 145–149). Boston, MA: Allyn and Bacon.
- Hughes, M. (1975). Egocentrism in preschool children. Unpublished doctoral dissertation. Edinburgh University.
- Inhelder, B., & Piaget, J. (1958). The growth of logical thinking from childhood to adolescence. New York: Basic Books.
- Keating, D. (1979). Adolescent thinking. In J. Adelson (Ed.), Handbook of adolescent psychology (pp. 211-246). New York: Wiley.
- Piaget, J. (1932). The moral judgment of the child. London: Routledge & Kegan Paul.
- Piaget, J. (1936). Origins of intelligence in the child. London: Routledge & Kegan Paul.
- Piaget, J. (1945). Play, dreams, and imitation in childhood. London: Heinemann.
- Piaget, J. (1957). Construction of reality in the child. London: Routledge & Kegan Paul.
- Piaget, J., & Cook, M. T. (1952). The origins of intelligence in children. New York, NY: International University Press.
- Siegler, R. S., DeLoache, J. S., & Eisenberg, N. (2003). How children develop. New York: Worth.
- Vygotsky, L. S. (1978). Mind in society: The development of higher psychological processes. Cambridge, MA: Harvard University Press.
- Wadsworth, B. J. (2004). Piaget's theory of cognitive and affective development: Foundations of constructivism. New York: Longman.
- Plowden, B. H. P. (1967). Children and their primary schools: A report (Research and Surveys). London, England: HM Stationery Office.